Alternatif Permohonan Degradasi Akta Otentik ke Pengadilan
0. Pembuka
Seringkali
kita dengar dalam berita-berita sepakbola. Degradasi merujuk pada
sistem seleksi klub sepakbola dalam pertandingan liga sepakbola. Namun
demikian, istilah degradasi juga dapat dipakai dalam pengertian untuk
akta otentik. Selanjutnya akan dijabarkan sebagai berikut.
1. Akta
Notaris Merupakan Alat Bukti Sempurna
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (“UUJN”) meyebutkan bahwa notaris dapat membuat
akta otentik, sebagaimana diatur dalam Pasat 15 ayat (1) UUJN yang berbunyi:
"Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai
semua Perbuatan, Perjanjian dan Ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan Grosse, Salinan dan Kutipan,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak
juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang”
Akta otentik yang demikian, merupakan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya
(lihat pasal 1870 KUH Perdata). Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo, kekuatan pembuktian sempurna yang terdapat dalam suatu akta otentik
merupakan perpaduan dari beberapa kekuatan
pembuktian dan persyaratan yang terdapat padanya. Ketiadaan salah satu kekuatan
pembuktian ataupun persyaratan tersebut akan mengakibatkan suatu akta otentik
tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna (volledig) dan mengikat (bindende), sehingga akta akan
kehilangan keotentikannya dan tidak lagi
menjadi akta otentik.
2. Degradasi
Akta Otentik
Walaupun akta notaris merupakan
alat bukti yang sempurna, sebagaimana telah diuraikan di atas, namun
akta notaris dalam praktik dapat
mengalami degradasi kekuatan alat bukti.
Degradasi akta notaris diartikan sebagai akta notaris
yang tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik namun
dianggap tulisan di bawah tangan,
yang disebabkan terjadinya pelanggaran atas ketentuan :
a.
Pasal
1869 KUH Perdata
“Suatu akta yang tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik,
baik karena tidak berwenang atau tidak cakapnya
pejabat umum yang bersangkutan maupun karena cacat dalam
bentuknya, mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah
tangan bila ditandatangani oleh para pihak.”
Pasal ini memuat ketentuan, bahwa suatu akta
tidak memiliki kekuatan bukti otentik dan hanya
memiliki kekuatan bukti di bawah
tangan dalam hal:
1)
Pejabat Umum tidak berwenang
untuk membuat akta itu;
2)
Pejabat Umum tidak mampu
(tidak cakap) untuk membuat akta
itu;
3)
Cacat dalam bentuknya.
b. Pasal 84 UUJN, yang
berbunyi :
"Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh notaris terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruif i, Pasal
16 ayat (1) huruf k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49,Pasal 50, Pasal 51, atau Pasal 52, yang mengakibatkan suatu akta hanya
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah
tangan atau suatu akta menjadi
batal demi hukum dapat menjadi
alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi
dan bunga kepada notaris.”
Apabila, terjadi pelanggaran-pelanggaran atas pasal-pasal tertentu dalam UUJN, maka akta yang dihasilkan dari pasal-pasal tersebut akan memiliki
kekuatan alat bukti di bawah tangan. Pelanggaran-pelanggarant tersebut
antara lain :
1.
Formalitas bentuk akta notaris
(vide pasal 38 UUJN);
2.
Syarat-syarat penghadap notaris (vide pasal 39 UUJN);
3.
Syarat-syarat saksi notaris (vide pasal 40 UUJN);
4.
Syarat-syarat pembacaan akta notaris (vide pasal 44 UUJN);
5.
Syarat-syarat perubahan/pembetulan isi akta (vide pasal 48,49,50 UUJN);
Dengan demikian, akta dianggap dibuat di bawah tangan apabila :
a. Dalam hal suatu perbuatan hukum oleh undang-undang
tidak diharuskan dituangkan dalam suatu akta otentik;
dan
b. Jika akta tersebut kehilangan otentisitas karena tidak dipenuhinya syarat formal yang dimaksud dalam pasal 1869 KUH Perdata jo UUJN
Namun, akta bawah tangan tersebut
haruslah ditandatangani oleh para pihak. Sepanjang berubahnya atau terjadinya Degradasi dari akta otentik
menjadi akta di bawah tangan tidak
menimbulkan kerugian, notaris yang bersangkutan tidak dapat dimintakan
pertanggungjawaban hukumnya
melalui Pasal 1365 KUH Perdata.
3. Refleksi
- Degradasi singkatnya akta otentik yang tidak dapat lagi memenuhi
pengertian otentik menurut hukum. Selanjutnya, akibat hukumnya adalah akta otentik
tersebut tidak dapat lagi memiliki
kekuatan pembuktian yang sempurna.
- Lebih lanjut, di dalam
praktik pembuktian di pengadilan, jika akta otentik
kehilangan sifat otentiknya, maka menurut wawancara yang penulis lakukan dengan salah satu
mantan hakim tinggi DKI
Jakarta, para pihak masih harus membuktikan
tanggal akta, identitas para pihak dan tanda
tangan para pihak dalam akta
tersebut.
- Perbedaan degradasi dengan pembatalan akta otentik adalah jika dinyatakan batal oleh hakim, maka akta tersebut
dinyatakan tidak pernah ada. Akibat hukumnya pun perlu dibedakan antara apakah dinyatakan dapat dibatalkan (syarat subyektif yang dinyatakan tidak sah) atau batal
demi hukum (syarat objektif yang dinyatakan tidak sah).
-
Biasanya, pihak yang merasa dirugikan atas penerbitan suatu akta otentik meminta
pengadilan untuk membatalkan akta otentik. Namun, dapat dipertimbangkan
juga, dapat meminta suatu akta
dinyatakan didegradasi (dinyatakan tidak lagi sebagai akta
otentik), apabila isi dari akta
otentik tersebut dirasakan tidak secara substantif/material merugikan salah satu pihak dan
hanya menyangkut mengenai cacat formalitas. AKibatnya, isi/materi dari akta
tersebut masih dapat berlaku secara
sah dan tidak
dinyatakan batal.
- Seharusnya, jika sudah dinyatakan
suatu akta otentik didegradasi, maka jikalau akta
tersebut dipakai sebagai alat bukti
dalam perkara lain, maka tidak dapat
diperlakukan sebagai akta otentik.
- Kontra argumentasi yang dapat digunakan sebagai tangkisan
adalah, akta yang telah didegradasi, jika dipakai dalam
perkara lain tidak boleh dinyatakan (tetap) didegradasi, karena putusan hakim di Indonesia tidak terikat pada putusan
hakim sebelumnya.
Sumber Tulisan :
- Kongres XX Ikatan Notaris
Indonesia di Surabaya, 28 Januari
2009 dalam tulisan Pieter Latumeten, Kebatalan Dan Degradasi Kekuatan Bukti Akta Notaris
Serta Model Aktanya
- Sudikno Mertokusumo, Hukum
Acara Perdata Indonesia, Edisi Keempat, Yogyakarta,
Liberty: 1993, hal.121